Kota dan Masyarakat Jakarta, dari Kota Tradisional
DESKRIPSI BUKU | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Buku
ini merupakan penelitian morfologi kota Jakarta selama kurun waktu
hampir tiga abad (abad ke-16 hingga abad ke-18) atas sejumlah peta. Pada
abad ke-16 ketika Jayakarta—nama Jakarta ketika itu—dikuasai oleh
penguasa Islam, Jakarta terletak kira-kira 300 m dari garis pantai dan
berada di sebelah barat Sungai Ciliwung. Masa itu Jakarta dapat
dikatakan sebagai kota tradisional sebagaimana kota-kota di Jawa pada
umumnya. Strukturnya ditandai dengan alun-alun, keraton, mesjid, dan
pasar. Jakarta sudah menjadi kota dagang dan terbuka bagi budaya luar.
Setelah
direbut oleh kompeni pada tanggal 30 Mei 1619 dan diganti namanya
menjadi Batavia, Jakarta menjadi kota pertahanan yang ditandai dengan
pembangunan benteng dan di dalam benteng (yang disebut sebagai Kastil
Batavia) dibangun sejumlah perkantoran, gudang, rumah tinggal, dan
gereja. Pusat kota bergeser ke sebelah timur Ciliwung, namun kemudian
juga melebar ke sebelah barat Ciliwung dan juga ke arah pedalaman (ke
selatan). Pembangunan fisik kota selalu diikuti dengan penggalian kanal,
baik yang melintang maupun membujur sehingga membentuk blok-blok segi
empat berpola grid yang
selalu menjadi ciri kota kolonial. Pemekaran kota selalu berkait dengan
pertambahan jumlah penduduk. Pada masa ini pula Jakarta juga menjadi
kota bandar, pusat perdagangan kompeni (VOC) dan menjadi pusat
perdagangan internasional.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar