Sekar Macapat
DESKRIPSI BUKU | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Buku
ini dibagi dalam lima bab. Bab pertama, berupa pendahuluan,
membicarakan secara selintas mengenai sastra dan bentuk-bentuk puisi
yang ada dalam khasanah sastra Jawa.
Bab
kedua merupakan tinjauan umum yang membicarakan apa yang dimaksud
dengan macapat dan bagaimana hubungan atau perbedaan dan persamaan
dengan puisi Jawa lainnya, perkiraan sejak kapan macapat mulai dikenal,
dan bagaimana kedudukannya dalam khasanah sastra Jawa.
Bab
ketiga buku ini membicarakan pola persajakan atau metrum macapat. Di
dalam bab ini diuraikan konsep-konsep persajakan yang meliputi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.
Disamping itu dibicarakan pula jenis-jenis pola persajakan, nama tiap
pola persajakan, dan tematik atau sifat-sifatnya secara tradisional dan
konvensional, serta penggunaannya dalam wacana sastra. Oleh karena
penggunaaan aturan-aturan persajakan mau tidak mau mempengaruhi
penggunaan bahasa, maka dalam bab ini sedikit dibicarakan modifikasi
bentuk kata dan konstruksi gramatikal sebagai akibat penerapan aturan
tersebut.
Bab
keempat membicarakan masalah bahasa yang digunakan dalam macapat. Oleh
karena macapat merupakan bentuk sastra, dan dengan demikian bahasa
merupakan komponen utama disamping pola persajakan, maka penggunaan
bahasa dalam macapat yang mengarah pada estetika seringkali “menyalahi
aturan” bahasa pada umumnya. Di samping itu untuk memperoleh efek-efek
tertentu, penyimpangan penggunaan bahasa juga sering dijumpai. Oleh
karenanya dalam bab ini dibicarakan pula masalah kagunan basa ‘keindahan bahasa’. Bab ini juga membicarakan sasmita ‘isyarat bahasa’ yang senantiasa terdapat dalam teks macapat. Bahasa yang merupakan isyarat tersebut sasmitaning tembang ‘isyarat pola persajakn’, sandi asma ‘isyarat nama penggubah atau pencipta teks’ dan candrasengkala (penunjuk angka tahun yang disamarkan dengan kata-kata).
Bab
kelima membicarakan “tembang” atau susunan nada sebagai komponen ketiga
macapat. Tembang merupakan komponen utama karena macapat mempunyai
aturan khas dalam cara pembacaan, yakni dengan ditembangkan
(dinyanyikan). Beberapa masalah yang berkaitan dengan tembang adalah titilaras, laras, pathet, pedhotan, cengkok lagu, wiarama, dan susunan titi laras. Dibagian akhir bab ini disajikan dua pola susunan titi laras untuk tiap-tiap jenis pola persajakan masing-masing dengan laras berbeda, kecuali untuk jurudemung, wirangrong, blabak, dan girisa yang masing-masing hanya mermpunyai susunan titilaras dengan satu laras. Penyajian pola susunan titilaras dimaksudkan agar pembaca dapat membaca sekar macapat meski dengan satu atau dua pola tembang yang sangat sederhana.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar